Perkembangan Usaha Agribisnis di Indonesia – Agribisnis merupakan bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun hilir. Penyebutan “hulu” dan “hilir” mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Dengan kata lain, agribisnis adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi untuk memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Indonesia adalah negara agraris di mana mayoritas penduduknya adalah kaum tani. Negara agraris menjadikan Indonesia memiliki wilayah yang luas serta kaya akan lahan yang subur untuk bertani. Atas dasar ini, Indonesia mulai mengenal agribisnis. Perjalanan perkembangan agribisnis di Indonesia sejalan dengan sejarah pembangunan pertanian secara umum yang mengalami periode jatuh bangun. Hal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan ekonomi di Indonesia baik secara mikro maupun secara makro.
Perkembangan agribisnis di Indonesia tentu memiliki alasan yang kuat hingga bisa tetap bertahan sampai saat ini. Beberapa prospek agribisnis yang sangat cerah diantaranya:
Perkembangan agribisnis di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa fase secara umum.
Pada fase ini sektor pertanian tumbuh sebesar 3,39%, lebih banyak disebabkan kinerja sub-sektor tanaman pangan dan perkebunan yang tumbuh 3,58% dan 4,53%. Tiga kebijakan yang penting pada fase ini adalah intensifikasi atau penggunaan teknologi, ekstensifikasi atau perluasan area yang mengonversi hutan tidak produktif, diversifikasi atau penganekaragaman usaha agribisnis untuk menambah pendapatan rumah tangga petani.
Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7%. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir mencapai angka produksi 6,8% dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
Pada fase ini sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan di bawah 3,4% per tahun, berbeda dengan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena mengalami pengacuhan oleh perumusan kebijakan akibat anggapan keberhasilan swasembada pangan telah menimbulkan persepsi pengembangan agribisnis yang akan bergulir dengan sendirinya.
Meskipun sektor pertanian menjadi penyelamat ekonomi Indonesia karena lonjakan nilai tukar dolar yang dinikmati komoditas ekspor sektor pertanian terutama perkebunan dan perikanan, namun daya tahan sektor pertanian tidak cukup kuat karena harus menanggung dampak krisis untuk menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan.
Transisi politik dan periode desentralisasi ekonomi menimbulkan banyaknya perda dan terlalu banyaknya penyimpangan administratif atau korupsi yang terjadi di daerah dan banyaknya biaya tambahan dalam melakukan birokrasi pemerintahan (survey LPEM-FEUI).